Pemuka Agama Mengimbau Warga untuk Menjunjung Kepemimpinan Etis di Tengah Isu Korupsi

JMDN - Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap kasus korupsi dan menurunnya kepercayaan terhadap institusi di Filipina, tiga pemuka agama terkemuka dari tradisi Katolik, Muslim, dan Hindu berkumpul dalam sebuah forum lintas agama virtual untuk membahas kepemimpinan etis berdasarkan ajaran kitab suci. Forum ini diselenggarakan bersama oleh Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL) Filipina dan International Peace Youth Group (IPYG) Indonesia.
Diselenggarakan pada 29 November 2025, forum daring tersebut dihadiri oleh pemuka agama, pendidik, pemuda, media, serta para pegiat perdamaian dari Filipina dan Indonesia. Acara ini menekankan pentingnya kepemimpinan etis yang berlandaskan kasih sayang, keadilan, dan integritas dalam membangun kembali kepercayaan publik serta memperkuat peran warga, khususnya generasi muda, sebagai pemimpin di komunitas mereka.
Pesan Bersama : Integritas Tidak Dapat Ditawar
Dr. Renato Taib Oliveros, imam Katolik, pegiat perdamaian, dan anggota Jesuits Among Muslims in Asia (JAMIA), membuka diskusi dengan mengangkat ajaran dari kitab suci Kristen dan Islam untuk menunjukkan bahwa hukum moral bersifat abadi.
Ia mengutip ayat-ayat dari kedua kitab suci tersebut untuk menegaskan bahwa prinsip moral yang menentang korupsi merupakan dasar dalam berbagai tradisi keagamaan. Namun, ia mencatat bahwa maraknya korupsi saat ini menunjukkan adanya kesenjangan antara ajaran moral tersebut dan perilaku masyarakat.
Setelah menyoroti peringatan dalam kitab suci mengenai korupsi, Dr. Oliveros mengarahkan pesannya kepada kaum muda, mendorong mereka untuk menemukan kembali jati diri dan tujuan moral yang lebih dalam. Ia menyampaikan bahwa banyak anak muda saat ini “hanya melihat diri mereka sebagaimana yang tampak di cermin,” sehingga melupakan martabat batin dan kedalaman spiritual yang seharusnya menuntun tindakan etis. Ia menegaskan bahwa kepemimpinan etis sejati tidak dimulai dari undang-undang baru, melainkan dari transformasi batin—kembali kepada nilai, kebajikan, dan ajaran inti dari kitab suci.
Perspektif Islam: Keberagaman dan Kerjasama sebagai Penangkal Korupsi
Dari Sulawesi Selatan, Indonesia, Prof. Dr. H. Muhammad Galib M., MA, Guru Besar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, menguraikan bahwa kepemimpinan etis hanya dapat tumbuh ketika masyarakat menjunjung kasih sayang, saling mendukung, dan persatuan di tengah perbedaan.
“Keberagaman harus disikapi dengan kasih sayang,” tegasnya, “agar manusia dapat berinteraksi secara dinamis dan harmonis—tanpa konflik, permusuhan, dan pertumpahan darah yang dapat timbul akibat perbedaan kepentingan.”
Mengutip Surah Al-Maidah (5:2), ia mengingatkan peserta: “Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
Menutup pesannya, ia mengajak semua pihak untuk menjaga persatuan dan bekerja sama membangun perdamaian di bumi, mencegah disharmoni dan permusuhan di seluruh agama, budaya, dan bangsa, “karena kita adalah satu kemanusiaan.”
Ajaran Hindu: Pemimpin Harus Menjadi Teladan dan Melayani Rakyat
Pendeta misionaris Hindu sekaligus pengajar muda Kavi Karnapura Das dari International Krishna Consciousness (ISKCON) menyoroti pesan utama dari Bhagavad Gita (3.21): “Apa pun yang dilakukan seorang pemimpin besar, akan diikuti oleh orang-orang pada umumnya.”
Ia menjelaskan bahwa kepemimpinan etis dimulai dari konsistensi antara nilai dan tindakan. “Jika Anda seorang pejabat pemerintah atau pemimpin yang korup, lalu Anda meminta orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama, itu tidak akan berhasil. Prinsip pertama kepemimpinan etis harus dimulai dengan memimpin melalui teladan,” ujarnya.
Ia mendorong para pemimpin muda, pendidik, dan pembuat kebijakan untuk memasukkan pendidikan karakter, disiplin, dan kepemimpinan yang melayani ke dalam sistem pendidikan agar para pemimpin masa depan tumbuh dengan integritas sebagai kompas utama mereka.
Refleksi Pemuda
Para pemimpin muda berbagi refleksi mengenai bagaimana forum ini memperkuat pemahaman mereka tentang kepemimpinan etis, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Kifah Gibraltar Bey, Ketua Gerakan Pemuda Persaudaraan Muslim Indonesia (GP PARMUSI) menyampaikan apresiasinya terhadap forum ini, seraya menekankan bahwa dialog yang berkelanjutan dan pertemuan yang rutin penting untuk memperkuat solidaritas Asia Tenggara, mengurang konflik, dan memperdalam saling pengertian di seluruh kawasan.
Dari Filipina, Jhune Arcy, seorang pemimpin siswa dari Ilaya National High School, menegaskan bahwa meskipun banyak tantangan yang dihadapi Filipina saat ini, sebuah komunitas yang dipandu oleh iman dan berlandaskan ajaran Tuhan dapat mengatasi dilema dan menjunjung perdamaian serta persatuan.
Matthew dari Urdaneta City University menyampaikan, “Kegiatan tentang kepemimpinan etis ini bukan hanya membuka wawasan saya terhadap gagasan baru, tetapi juga mengingatkan saya untuk tetap berpijak pada hal-hal yang benar-benar penting sebagai seorang pemimpin.”
Ke depan, HWPL Filipina dan IPYG Indonesia menyampaikan komitmennya untuk terus menghadirkan ruang pembelajaran lintas agama secara rutin, guna memberdayakan generasi muda menjadi pemimpin yang etis, penuh kasih, dan berprinsip.
Untuk memperdalam pemahaman tentang perdamaian, etika, dan harmoni antaragama, peserta dan pemuda yang berminat didorong untuk mengikuti Religious Peace Academy (RPA)—program pembelajaran mandiri yang menghadirkan perspektif lintas agama dan kajian kitab suci dalam berbagai topik.
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.













